Apa itu Rewang?

Bagikan ke :
Foto dari Rohmat Gilang Rosady
Foto dari Rohmat Gilang Rosady

Rewang adalah kosakata dalam bahasa Jawa yang sejajar dengan rencang, batur, dan kanca. Dalam bahasa Indonesia “rewang” berarti teman. Jika ada orang mendengar atau menyebut kata rewang, maka bukan makna “teman” seperti yang dimaksud namun lebih dimaknai sebagai sebuah kerja bergotong-royong membantu pekerjaan tangga teparo (tetangga) yang sedang melaksanakan acara hajatan (konteks Kabupaten Gunungkidul).

Melihat makna rewang yang demikian, maka muncul kata ngrewangi. Kata rewang diberi imbuhan (ng) di depan dan imbuhan (i) di belakang sehingga menjadi kata kerja ngrewangi yang artinya membantu. Karena cepaking ilat (singkatnya pengucapan) orang-orang lebih mudah mengucap rewang saja.

Sama halnya dengan tujuan gotong-royong, rewang juga merupakan bentuk empati atas kerepotan/hajat tetangga, terutama untuk meringankan pekerjaan tetangga. Rasa memiliki  “kerepotan” atau hajat yang lain mengakar menjadi budaya “rewang” di masyarakat. Layaknya sebuah arisan yang semua peserta punya peluang untuk ngundhuh, maka sudah menjadi kewajiban bagi semua warga untuk rewang karena suatu saat akan direwangi juga. 

Jika cakupan gotong-royong lebih luas, maka rewang biasanya lebih spesifik pada sebuah hajatan pernikahan, selamatan, sunatan, dan hajatan lain yang cenderung sibuk di sektor dapur. Meskipun demikian, urusan dapur adalah bagian paling utama dalam keberlangsungan sebuah ewuh (hajatan) yang berlangsung di desa. Bagian depan among tamu memang penting, tapi tak sekompleks proses menanak beras hingga jadi nasi siap makan. Ini adalah sedikit cerita bagaimana seluk beluk rewang  di Pringombo sejauh yang saya tahu.

Foto dari Rohmat Gilang Rosady
Foto dari Rohmat Gilang Rosady

Andum Gawean 

Rangkaian prosesi ewuh (hajatan) pada hari pertama disebut bladhahan. Pada saat bladhahan seluruh tetangga datang untuk pertama kalinya ke tarub (tempat hajatan) sambil membawa sumbangan masing–masing. Hari bladhahan digunakan untuk persiapan semua kebutuhan hajatan mulai dari pengambilan meja, kursi, dan bala pecah (piring, gelas, dll), persiapan tenda, pawon (dapur), dan segala persiapan lain.

Bagian yang tak kalah penting dalam bladhahan adalah andum gaweyan. Berasal dari kata andum yang artinya membagi, sedangkan gaweyan artinya pekerjaan. Maka andum gaweyan memiliki arti pembagian tugas/pekerjaan untuk semua tangga teparo dan sanak sedulur yang rewang. Ada beberapa pekerjaan yang tak semua orang bisa melakoninya, misal adang sega (mengukus nasi), namun juga ada pekerjaan yang hampir semua orang bisa misal asah-asah (mencuci piring). Mengingat kerepotan “bladhahan” memang tak sedikit, andum gaweyan menjadi sebuah hal yang sangat penting supaya semua pekerjaan tertangani dengan baik.

Gedhong

Gedhong adalah ruangan yang terletak di dalam rumah dan digunakan untuk menyimpan segala macam bahan kebutuhan ewuh. “Juru gedhong” bertugas mengelola semua bahan makanan yang ada di dalam sebuah hajatan. Segala macam bahan yang dibeli atau sumbangan dari tetangga wajib masuk ke dalam ruangan gedhong. Ia yang memegang kekuasaan manajemen bahan selama ewuh berlangsung.

Adang Sega

Adang sega adalah ngliwet (menanak nasi) menggunakan “dandang” dan kukusan (anyaman bambu berbentuk kerucut). Mengingat kebutuhan nasi dalam perhelatan hajatan tak sedikit maka alat yang digunakan untuk menanak nasi adalah “dandang” dan “kukusan”. Kapasitas “dandang” dan “kukusan” dalam sekali masak jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan menggunakan “ketel” atau “panci”. Namun tentunya tak sembarang orang bisa melakukan “adang sega”. Butuh orang khusus yang sudah ahli dalam urusan menanak nasi hingga puluhan kilo ini. 

Berdampingan dengan juru adang sega, ada juru giling–giling yakni orang yang bertugas mencetak sega menjadi gilingan. Nasi yang telah ditanak lantas dicetak menjadi setengah bentuk bulat lalu dibungkus daun jati, disebut gilingan.

Juru Masak

Petugas yang personelnya paling banyak diisi ibu–ibu adalah juru masak. Kebutuhan lauk-pauk untuk tamu yang datang dan tenaga rewang dicukupi oleh para tukang masak. Divisi masak biasanya dibagi menjadi beberapa kelompok, ada yang khusus iris–iris, meracik bumbu, goreng-menggoreng, dan sebagainya.

Ungkus–ungkus

Setelah matang, selanjutnya lauk-pauk akan dioper ke tukang ungkus-ungkus. Wungkus berasal dari kata ungkus artinya adalah membungkus. Biasanya kegiatan ini dilakukan menggunakan daun jati, daun pisang, atau pada era kini kertas minyak. Bungkusan lauk digunakan sebagai isian ulih-ulih (oleh–oleh) untuk tamu.  Juru ungkus–ungkus juga berperan sebagai pengatur distribusi lauk untuk semua tenaga rewang.

Wedang

Makan tak lengkap rasanya jika tanpa minuman. Oleh karena itu, ada bagian khusus kala rewang yaitu juru wedang (minuman). Tugasnya mulai dari ngobori banyu (memasak air) hingga meracik minuman yang umumnya teh dengan pilihan pahit dan manis. Juru wedang akan sangat sibuk apabila dhayoh (tamu) sedang banyak–banyaknya.

Pengairan 

Orangnya mungkin tak terlihat namun tugasnya sangat vital. Juru pengarian namanya. Bagaimana tidak, hampir semua bagian dalam perhelatan ewuh bergantung padannya. Ia bertugas memastikan pasokan air yang dibutuhkan tercukupi. Di era kini tugasnya sedikit lebih ringan dengan adanya instalasi PAMSIMAS di Pringombo. Namun dulu ketika hajatan dan ndilalah (kebetulan) larang banyu (susah air), tugasnya sangat berat. Mereka yang bertugas sebagai juru pengairan harus ngangsu (mengambil air) menggunakan jerigen ketempat sumber air, yang tak jarang berlokasi jauh dari tempat ewuh digelar.

Asah-asah

Dimana ada orang makan atau minum di situ pasti meninggalkan regedan (kotoran) dalam hal ini perabot-perabot kotor seperti: gelas, piring, dan lainnya. Asah-asah atau ngasahi, artinya mencuci dan membersihkan segala macam perabot yang selesai digunakan khususnya piring dan gelas.

Golek Godhong

Godhong yaiku peranganing wit-witan awujud lembaran ijo mawa gagang (daun adalah bagian dari pohon yang berwujud lembaran hijau dengan gagang). Godhong berfungsi untuk membungkus lauk, nasi, atau makanan lainnya. Godhong yang sering digunakan sebagai bungkus pada umumnya adalah daun jati dan daun pisang. Petugas golek godhong menyediakan godhong tersebut dengan cara mencari di sekitar pekarangan si orang yang punya hajat atau tetangga yang lain.

Sinoman

Sinoman yaiku wong nom-noman sing dadi paladen ing padesan yen ana wong duwe gawe (Sinoman adalah anak muda yang jadi penyaji/penghidang di desa jika ada orang hajatan). Sesuai definisi tersebut, tugas sinoman adalah menghantarkan makanan atau minuman kepada tamu undangan yang datang. Selain melayani tamu, sinoman di Pringombo juga bertugas menyajikan makanan dan minuman kepada tenaga rewang saat wayah ingon bau (waktu makan tenaga).

Among Tamu

Tuan rumah ewuh dan keluarga biasanya bertugas sebagai among tamu. Tugasnya menyambut rtamu yang datang. Memberikan senyum dan salam, lalu nyumanggakaken lenggah (mempersilahkan duduk) adalah tugas mereka. Selain tuan rumah dan keluarganya, dukuh dan sesepuh juga ditugasi sebagai among tamu karena mereka dianggap sebagai tuan rumah padukuhan.

Tunggu Kothak

Berdekatan tak jauh dengan tempat among tamu, ada meja yang di atasnya diletakkan kotak sumbangan yang biasanya dijaga oleh kaneman (pemuda/pemudi). Tugasnya mencatat nama tamu yang datang, alamatnya, lalu memastikan sumbangan yang mereka bawa benar-benar masuk ke dalam kotak.

Nampa Gawan

Tak semua sumbangan yang dibawa tamu undangan berwujud uang/amplop. Ada juga yang berwujud bahan makanan seperti: beras, sayur, tahu, tempe, atau ubarampe (perlengkapan) lainnya. Barang–barang tersebut tentu tak akan muat jika dimasukkan ke dalam kotak. Maka dari itu ada petugas khusus yang nampa gawan (menerima bawaan), lalu membawanya masuk ke dalam ruangan gedhong.

Carik 

Di dalam ruangan gedhong selain juru gedhong ada carik yang berdampingan membantunya. Carik bertugas mencatat gawan yang dibawa masuk ke dalam gedhong. Catatan itu nantinya akan menjadi arsip yang disimpan oleh tuan rumah. Setelah “gawan” selesai dicatat, kemudian disusun dan disimpan oleh juru gedhong.

Tunggu Ulih-ulih

Ulih-ulih, utawa oleh–oleh, utawa angsal-angsal, yaiku apa-apa kang digawa mulih, bakal kawenehake marang wong kang ana ing omah (Ulih-ulih, atau oleh-oleh, atau angsal-angsal, adalah segala sesuatu yang dibawa pulang, akan diberikan kepada orang yang ada di rumah). Ulih-ulih dapat berupa nasi beserta lauk pauknya atau roti, tergantung ketersediaan bahan yang ada di gedhong. Petugas tunggu ulih-ulih bertugas memberikan ulih-ulih kepada tamu undangan yang akan pulang sesaat setelah selesai bertamu.

Wira-wiri

Wira-wiri atau mlaku bola–bali, dalam bahasa Indonesia artinya adalah berjalan bolak–balik. Selaras dengan definisi tersebut, perewang yang didhapuk (dijadikan) sebagai seksi wira–wiri tugasnya tak menentu: bisa membeli barang kekurangan ubarampe, menjemput tamu, atau tugas lainnya. Yang pasti bagian “wira-wiri” tugasnya luwes (fleksibel), menyesuaikan kebutuhan.

Rewang Wujud Kesamaan Rasa

Foto dari Rohmat Gilang Rosady
Foto dari Rohmat Gilang Rosady

Rame ing gawe sepi ing pamrih (banyak bekerja sedikit pamrih) adalah peribahasa Jawa yang dijadikan pedoman rewang. Setiap bagian dalam rewang memegang peran masing-masing. Kata kuncinya bersinergi. Bagian wedang tentu membutuhkan sinoman untuk menyajikan racikan minumannya. Begitu juga tukang ungkus-ungkus tak bisa bekerja tanpa adanya godhong jati yang disiapkan petugas golek godhong untuk membungkus lauk. Rewang bagaikan sebuah sistem yang semua saling membutuhkan, sama penting, dengan satu tujuan untuk kelancaran ewuh.

Hajatan (ewuh) memang sebuah perayaan bagi orang yang nduwe gawe, namun rewang merupakan kebersamaan yang layak dirayakan oleh masyarakat yang terlibat. Jika ewuh diumpamakan tempat bermain yang mengumpulkan orang banyak, maka rewang adalah sebuah wahana suka-cita dengan beragam gawean di dalamnya. Gawean ini menimbulkan rasa saling memiliki, rasa tanggung-jawab akan tugasnya, dan saling membutuhkan satu dengan yang lainnya.

Rewang di Pringombo mungkin memiliki beberapa perbedaan dengan “rewang” di daerah lain. Namun satu hal yang pasti, rewang didasari oleh rasa handarbeni (saling memiliki) akan gawe yang sedang dilaksanakan di dalam masyarakat. Gawe akan sulit terselesaikan sebagai mana mestinya tanpa gotong-royong dan bantuan semua tangga-teparo. Maka, rasa handarbeni itulah yang semestinya senantiasa terpupuk dan tetap tumbuh dalam kehidupan masyarakat, supaya tercipta kehidupan yang tata titi tentrem gemah ripah loh jinawi. 

Editor: B. Kertawhani
Rohmat Gilang Rosady
Pemuda kelahiran Dusun Pringamba. Ia menyukai kerja pengarsipan, baik dalam bentuk tulisan, foto, maupun video.
Penulis: Rohmat Gilang Rosady

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *